Bukit Cempalagi, Riwayatmu Dulu

Posted by Andi Ewha
CEMPALAGI adalah sebuah kawasan yang terletak di pesisir Teluk Bone, tepatnya di Desa Mallari Kecamatan Awangpone Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan sejauh 14 Km di sebelah Utara  Kota Watampone). Dari arah Timur, ia nampak seperti Penutup Payudara yang terapung, kemudian di sebelah Selatan adalah Tanjung Pallette dan di sebelah Utara itulah bukit Cempalagi.

Cempalagi terdiri dua kata yaitu, CEMPA dan LAGI, (Cempa artinya Asam, dan Lagi artinya Masih Mau). Dengan demikian Cempalagi bermakna  pohon asam dan buahnya dapat dimakan. Walaupun terasa kecut tetapi selalu membuat ngiler menimbulkan selera untuk memakannya, dan minta lagi. Dari penuturan masyarakat setempat, dulu di bukit itu terdapat Pong Cempa (Pohon Asam)  yang besar yang sering dijadikan sebagai tempat perlindungan dikala terjadi perang. Pada saat kekurangan makanan mereka mengambil buah asam untuk sekadar mengganjal perut. Barangkali inilah yang mengilhami sehingga tempat ini dinamakan Cempalagi.

Terlepas dari keanehan namanya, dengan melihat kondisi alamnya, gunung tersebut sebenarnya mempunyai potensi wisata yang beragam. Potensi wisata tersebut antara lain, wisata bahari/pantai, dan wisata alam.  Karena itu, bukit Cempalagi tersebut dapat diperhitungkan sebagai aset yang dimiliki oleh pemerintah Kabupaten Bone di bidang pariwisata.

CEMPALAGI SEBAGAI WISATA SEJARAH

Cempalagi tidak lepas dari bagian rangkaian sejarah Bone yang panjang.  Di gunung itulah Raja Bone ke-15 Arung Palakka  mengucapkan sumpah janji untuk membebaskan rakyatnya dari ketertindasan sebelum melakukan rangkaian perjalanan panjang ke kerajaan Buton untuk selanjutnya ke Batavia dan ke Pariaman Sumatera. Hal itu terjadi pada abad ke-17 ketika pasukan Kerajaan Gowa mengejar Arung Palakka dan pengikutnya.

Yang menarik bukit Cempalagi ini bukan hanya aspek cerita , melainkan adanya beberapa ‘ Prasasti ’ yang dapat disaksikan sampai saat ini. Ketika Arung Palkka mencapai puncak  " kemurkaannya" dengan kesaktian sebagai seorang raja Ia mencakar " MAKKAREBBE " (Mencakar), menghentakkan tumitnya dengan kuat ( MATTUDDU') dan bersumpah (MATTANRO) untuk membebaskan rakyat Bone dari belenggu penjajahan Goa pada suatu ketika nanti, Tellabu Essoe ri Tengnga Bitarae.

Ketiga hal yang dilakukan oleh Arung Palakka ini melahirkan TIGA PRASASTI yang masih bisa dilihat sampai sekarang, antara lain:
  1. Akkarebbeseng (Bekas Cakaran Tangan) pada dinding gua;
  2. Attuddukeng (Bekas hentakkan kaki/tumit) di atas batu yang terletak di bibir pantai;
  3. Assingkerukeng (Simpul) melambangkan sumpah untuk membebaskan rakyatnya dari segala ketertindasan dibuktikan dengan simpul (singkeru) Karena dalam tradisi orang Bugis keseriusan sumpah biasanya dilambangkan dengan simpul mati. Maka dari itu prasasti tersebut dikenal dengan nama Assingkerukeng.
Bagi masyarakat di sekitar kawasan tersebut pasti mengenal betul di mana ketiga prasasti itu berada. Akkarebbeseng (bekas cakaran tangan) ditemukan pada batu di dinding gua sebelah kiri ketika turun sebelum mencapai sumur. Bagi masyarakat setempat gua tersebut disebut Liang Laungnge (gua lama  yang alam). Dikatakan demikian karena gua tersebut merupakan gua pertama diantara gua yang sering dikunjungi sebagai tempat rekreasi.

Assingkerukeng (simpul) diketemukan di sebuah gua di sebelah Utara gunung (bibir pantai). Uniknya yang disebut sebagai Assingkerukeng itu merupakan batu yang bentuknya lain dari pada yang lain. Sampai saat ini tempat tersebut dikeramatkan oleh penduduk setempat dan banyak dikunjungi orang memberikan sesajen untuk melepas nazar. Layaknya di tempat keramat lainnya, ditempat ini harus menjaga sikap untuk menghindari kualat mahluk ghaib yang menghuninya.

ATTUDDUKENG (Bekas hentakkan kaki/tumit) terletak di kaki bukit sebelah Timur sekitar 600 meter dari tempat Assingkerukeng yang tertera diatas lempengan sebuah batu berupa lubang yang berukuran kira-kira 38 Cm. Sebenarnya tempat itu merupakan bagian dari laut. Maka dari itu ia hanya kelihatan saat pasang sedang surut. Unniknya, meskipun berada di bagian laut, mata air yang menggelembung dari bawah dijadikan sebagai sumber air tawar oleh penduduk setempat pada musim kemarau.

Sebenarnya bila dilihat fisiknya sekarang, mungkin sulit dipercaya bahwa lubang tersebut sebagai bekas kaki Arung Palakka karena terlalu besar untuk ukuran kaki manusia. Akan tetapi boleh jadi keunikan itulah sehingga diperlebar oleh masyarakat setempat demi memenuhi kebutuhan akan air tawar pada waktu-waktu tertentu. Atau boleh jadi ukuran kaki Arung Palakka memang melebihi ukuran kaki orang lain pada umumnya.

CEMPALAGI SEBAGAI WISATA PANTAI BAHARI

Pesona Cempalagi sebagai ajang rekreasi bukan hanya sebatas paparan di atas. Letaknya di pesisir Teluk Bone sebenarnya kemungkinan menjadi objek wisata pantai dan wisata bahari. Sebagai pantai, Cempalagi menjanjikan panorama yang elok. Dipagi hari yang cerah, orang dapat menyaksikan bagaimana sang surya perlahan menampakkan diri dari persembunyiannya. Ia bagaikan muncul diantar gelombang laut yang saling berkejaran. Dengan rona kemerahan menyinari ribuan Raukkaju ( pohon )disepanjang bukit Cempalagi yang masih perawan itu, embusan angin laut, perahu nelayan saling berkejaran, burung laut yang sedang asyik main kucing-kucingan dengan mangsanya, kondisi masyarakat yang masih bersahaja, semuanya berpadu menggambarkan orginalitas mahluk Tuhan.

Dengan embusan angin laut dan keindahan pantai yang membentang sekitar 4 Km, pengunjung dapat menikmati beberapa kegiatan rekreatif baik dikala pasang surut maupun dikala sedang pasang naik. Dikala pasang sedang surut orang dapat menyusur pantai sambil mencari kerang laut dan kepiting, dan makan nasi sambil menguliti tiram mentah (Iya Nyameng). Dikala pasang sedang naik, orang dapat menikmati bagaiman berenang di laut lepas karena pantainya landai, berlayar, bahkan dapat dijadikan sebagai arena beberapa cabang olahraga yang dilombakan diberbagai event seperti dayung, layar, ski air, dan lain-lainnya. Namun, sayang fasilitas seperti itu belum tersedia.

Selain itu  dikejauhan sekitar 1,5 Mil dari pantai terdapat apa yang oleh penduduk setempat disebut Bone ( Bone artinya Pasir). Berupa pasir putih seluas 2,5 kilometer persegi. Tempat ini juga hanya kelihatan ketika pasang. Untuk mencapai tempat ini dapat ditempuh 1 jam dengan menggunakan Speed Boat jika  berangkat dari Cempalagi. Dan saat-saat tertentu masyarakat setempat biasa menjadikan tempat ini sebagai ajang pemburuan ikan. Karena ketika pesang sedang surut, banyak ikan yang terjebak digenangan air yang dikelilingi oleh tumpukan pasir. Ketika pasang sedang naik, air di kawasan ini jernih maka dari itu, cocok untuk dikembagkan menjadi taman laut untuk keperluan wisata bahari yang menjanjikan pemandangan antara lain ikan, makhluk laut lainnya.

CEMPALAGI SEBAGAI WISATA ALAM

Objek wisata lainnya adalah sebuah gua yang letaknya di bagian tengah bukit Cempalagi. Bagi penduduk setempat gua tersebut disebut sebagai Liang Baru’e (gua yang baru). Sebelumnya gua tersebut tidak banyak dikunjungi orang. Penduduk setempat hanya masuk dengan keperluan mengumpulkan kotoran kelelawar yang bisa digunakan sebagai pupuk kandang. Belum ada yang mengetahui dengan pasti ukuran gua tersebut. Hal itu karena banyaknya lorong yang belum dijangkau. Lorong yang sering dilalui memerlukan waktu 2 jam perjalanan untuk sampai pintu belakang yang menghadap ke laut. Itupun hanya dilakukan dengan bantuan lampu petromaks-strongking sebab keadaannya yang demikian gelap, banyaknya lorong, sesekali ada tebing dan jurang yang terjal sehingga sangat riskan ditelusuri dengan bantuan obor apalagi tanpa alat penerang sama sekali. Bahkan tanpa bantuan jasa  panduduk pengunjung dapat tersesat pada lorong-lorong yang berupa lingkaran setan penuh hantu.

Selain sebagai objek petualangan menarik, objek yang dijanjikan adalah antara lain rembesan air dari atas menembus atap goa kemudian membeku membentuk bebatuan yang baragam, kesejukan berada di dalam perut bumi, bagaimana tetesan air dari akar pepohonan, romantika bagi mereka yang sedang bercinta dan lain-lainnya. Pokoknya tanpa disadari pengunjung akan larut dalam renungan, melakukan tadabbur (perenungan) alam secara refleks yang berujung pada ungkapan betapa kuasa pencipta semua ini dan ungkapan kekaguman yang lain. Tidak akan ada pengunjung yang pulang dalam keadaan hampa tanpa kesan.

CEMPALAGI SEBAGAI POTENSI TERABAIKAN

Panorama bukit Cempalagi yang dipresentasikan di atas semuanya merupakan hidangan alam karunia Ilahi. Kurangnya kreativitas penduduk dan perhatian pemerintah setempat sehingga keindahan- keindahan itu masih dapat dinikmati pengujung secara gratis. Penduduk setempat pun lazimnya tidak mendapatkan imbalan apa-apa ketika dimanfaatkan sebagai Pemandu. Maklum, wawasan mereka yang masih sangat terbatas sehingga tidak mengenal nilai jual jasa pelayanannya sendiri secara professional. Padahal seandainya kreativitas itu ada, objek tersebut dapat dijadikan sebagai Ladang Mengais Recehan bahkan Dollar untuk menambah income penduduk dan pendapatan daerah kabupaten Bone. Tentunya dengan memanfaatkan nilai komersial yang dimiliki secara professional.

CEMPALAGI, PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN

Sudah saatnya Pemerintah Kabupaten Bone memikirkan pengembangan dan pemberdayaan potensi bukit Cempalagi ini. Pengembangan dan pemberdayaan potensi yang dimaksud dapat dilakukan dengan dua hal, antara lain :
  1. Pantai yang memanjang sekitar 4 Km ini tidak produktif dan dapat dikatakan masih perawan. Ia ditumbuhi pohon dan semak belukar secara liar diantara bebatuan yang bergerigi. Maka dari itu untuk mengadakan penataan, semak  belukar ini sebaiknya ditebangi digantikan dengan tanaman hias atau tanaman produktif lainnya. Pohon yang besar dipertahankan dan dirapikan untuk keperluan berteduh. Selain itu, bagaimana batu gunung yang besar dapat dilicinkan/ditata untuk keperluan duduk bersantai/rileks. Tumbuhan yang mengalami pandangan kelautan lepas dibersihkan, tentunya dengan memperhatikan kemungkinan terjadinya longsor atau kelestarian alam.
  2. Pembangunan sarana artinya fasilitas yang dibutuhkan dan yang dapat menarik minat wisatawan lokal bahkan wisatawan mancanegara semestinya diadakan.  Membangun jalan setapak dan saum (tempat istirahat) disepanjang pantai, akan memperindah suasana. Kemudian membangun jerambah atau anjungan kelaut sekitar 300-500 meter yang dilengkapi dengan terminal pemancingan, membuat warung apung yang menawarkan es kelapa muda (kaluku lolo), juice buah lontar (bota), dan soft drink lainnya, serta makanan khas lainnya seperti ikan bakar, lawa bale, kepiting, cumi-cumi,dan sari laut lainnya, apalagi kalau dilengkapi dengan fasilitas penginapan untuk menikmati angin laut pada malam hari, penyewaan bagang dan lain-lain, pengadaan fasilitas olah raga pantai seperti perahu dayung, jet ski, ski air dan lain-lain sungguh akan mengangkat kawasan itu sebagai objek yang menarik dimata wisata.
Untuk mewujudkan gagasan ini mungkin akan ditemui beberapa kendala seperti sikap masyarakat setempat yang masih sangat bersahaja dan wawasan sempit. Oleh karena itu pihak pengembang (sekiranya ada) akan berhadapan dengan prinsip masyarakat yang menganggap pariwisata akan menambah intensitas maksiat di daerahnya.

Kemudian, meskipun lahan-lahan dipantai itu tidak produktif bukan berarti bahwa tidak ada pemiliknya. Mereka mengklaim sebagai warisan dari pendahulunya meskipun mungkin tanpa akta/sertifikat kepemilikan. Namun, kedua kendala ini tentunya dapat selesai dengan pendekatan yang tepat dari pihak pemerintah dan pengembang tanpa pernah merugikan warga.

Kendala lainnya adalah tempat ini belum terjangkau aliran listrik dan jauh dari sumber air tawar. Namun kendala ini tidak begitu sulit diatasi sebab sekitar 400 meter dari tempat tersebut sudah terjangkau jaringan Listrik dari Kota Watampone, sedangkan air tawar selain mengandalkan mata air " Attuddukengnge " yang muncul ketika pasang sedang surut, sumur yang ada didalam gua dapat diberdayakan dengan pengadaan mesin pompa air atau mengadakan pengeboran.

Untuk mengetahui prospek potensi wisata ini lebih jauh, pihak Pemerintah Daerah Kabupaten Bone dalam hal ini  Dinas Pariwisata sebaiknya mengadakan studi kelayakan dan analisis yang cermat. Yakin bahwa dengan mengadakan studi kelayakan lebih lanjut akan muncul banyak ide dan gagasan untuk memberdayakan kawasan ini, sebab apa yang diutarakan dan ditulis ini hanyalah sebagian kecil dari Pesona Alam Cempalagi yang dapat disaksikan secara selintas dan tanpa pengkajian yang cermat.

Akhirnya, dengan harapan semoga pihak yang berkompeten Dinas Pariwisata untuk melakukan sesuatu yang terbaik yakni bagaiaman memberdayakan dan mengelola  bukit Cempalagi yang memiliki potensi, baik sejarah unik maupun panorma yang memukau menjadi objek wisata di Kabupaten Bone.

Tidak ada komentar: