Upacara adat mappacci dilaksanakan pada waktu tudampenni, menjelang acara akad nikah/ijab kabul keesokan harinya. Upacara mappacci adalah salah satu upacara adat Bugis yang dalam pelaksanaannya menggunakan daun pacar (Lawsania alba), atau Pacci. Sebelum kegiatan ini dilaksanakan biasanya dilakukan dulu dengan mappanré temme (khatam Al-Quran) dan barazanji. Daun pacci ini dikaitkan dengan kata paccing yang makananya adalah
kebersihan dan kesucian. Dengan demikian pelaksanaan mappacci mengandung makna akan kebersihan raga dan kesucian jiwa.
kebersihan dan kesucian. Dengan demikian pelaksanaan mappacci mengandung makna akan kebersihan raga dan kesucian jiwa.
Mappacci iyanaritu gau’ ripakkéonroi nallari ade’, mancaji gau’ mabbiasa, tampu’ sennu-sennuang, ri nia’ akkatta madécéng mammuaréi naiyya nalétéi pammasé Déwata Séuwaé.
Adapun urutan dan tata cara mappacci adalah sebagai berikut: Sebelum acara mappacci dimulai, biasanya dilakukan padduppa (penjemputan) mempelai. Calon mempelai dipersilakan oleh Protokol atau juru bicara keluarga:
a. Patarakkai mai bélo tudangen
b. Naripatudang siapi siata
c. Taué silélé uttu patudangeng
d. Padattudang mappacci siléo-leo
e. Riwenni tudang mpenni kuaritu
f. Paccingi sia datu bélo tudangeng
g. Ripatajang mai bottinngngé
h. Naripattéru cokkong ri lamming lakko ulaweng
Ungkapan ini berarti:
Calon mempelai dipersilakan menuju pelaminan. Pelaminan di sisi para pendamping. Duduk saling berdekatan satu sama lain. Mereka duduk bersuka ria di malam tudampenni, mappacci pada sang raja/ratu mempelai nan rupawan. Tuntunlah dan bimbinglah sang raja/ratu menuju pelaminan yang bertahtakan emas.
Dalam pelaksanaan mappacci disiapkan perlengkapan yang kesemuanya mengandung arti makna simbolis seperti:
1) Pelaksanaan
Orang-orang yang diminta untuk meletakkan pacci pada calon mempelai biasanya adalah orang-orang yang mempunyai kedudukan sosial yang baik dan punya kehidupan kehidupan rumah tangga yang bahagia. Semua ini mengandung makna agar calon mempelai kelak di kemudian hari dapat hidup bahagia seperti mereka yang meletakkan pacci di atas tangannya.
Jumlah orang yang meletakkan pacci ke tangan calon mempelai adalah biasanya disesuaikan dengan stratifikasi sosial calon mempelai itu sendiri. Untuk golongan bangsawan tertinggi jumlahnya 2 x 9 orang atau dalam istilah Bugis “duakkaséra”. Untuk golongan bangsawan menengah sebanyak 2 x 7 orang atau “duappitu”. Sedangkan untuk golongan di bawahnya bisa 1 x 9 atau 1 x 7 orang.
Cara memberi pacci kepada calon mempelai adalah sebagai berikut:
a) Diambil sedikit daun pacci yang telah dihaluskan (telah dibentuk bulat supaya praktis), lalu diletakkan daun dan diusap ke tangan calon mempelai.
b) Pertama ke telapak tangan kanan, kemudian telapak tangan kiri, lalu disertai dengan doa semoga calon mempelai kelak dapat hidup dengan bahagia.
c) Kemudian kepada orang yang telah memberikan pacci diserahkan rokok sebagai penghormatan. Dahulu disuguhi sirih yang telah dilipat-lipat lengkap dengan segala isinya. Tetapi karena sekarang ini sudah jarang orang yang memakan sirih maka diganti dengan rokok.
d) Sekali-kali indo’ botting menghamburkan wenno kepada calon memepelai atau mereka yang meletakkan daunpacar tadi dapat pula menghamburkan wenno yang disertai dengan doa.
e) Biasanya upacara mappacci didahului dengan pembacaan Barzanji sebagai pernyataan syukur kepada Allah SWT dan sanjungan kepada Nabiyullah Muhammad SAW atas nikmat Islam.
f) Setelah semua selesai meletakkan pacci ke telapak tangan calon mempelai maka tamu-tamu disuguhi dengan kue-kue tradisional yang diletakkan dalam bosara.
2) Makna Alat yang Digunakan
Upacara mappacci menggunakan 6 (enam) macam alat perlengkapan yang terdiri dari; bantal, sarung 4 lembar, daun pisang, daun nangka, daun pacci, dansuluh atau lilin. Keenam alat perlengkapan tersebut masing-masing mengandung makna filosofi, yakni:
a) Bantal adalah simbol sipakatau atau saling menghargai, itu tergambar dari fungsinya sebagai pengalas kepala saat tidur. Kepala merupakan bagian tubuh yang paling mulia dan dihargai. Begitu pula, sosok manusia baru dapat dikenal bilamana dilihat wajahnya, dan wajah adalah bagian dari kepala.
b) Sarung merupakan simbol mabbulo sipeppa atau persatuan, itu tergambar jalinan dan kumpulan lembaran benang yang disatukan kemudian diolah dan ditenun. Sarung sebagai simbol persatuan dan penutup aurat. Penggunaan empat lembar sarung yang disusun dalam suatu lingkaran mengandung makna kesiapan calon mempelai memasuki kehidupan berumah tangga dengan terlebih dahulu membersihkan 4 hal, yaitu mapaccing ati artinya bersih hati,mapaccing nawa-nawa artinya bersih fikiran, mapaccing pangkaukeng artinya bersih/baik tingkah laku, dan mapaccing ateka artinya bersih tekad.
c) Daun pisang. Pisang adalah simbol serbaguna karena seluruh bagian dari pohon pisang dapat dimanfaatkan oleh manusia. Pisang merupakan tanaman produktif karena sekali kita menanam pisang, akan tumbuh dan berkembang, patah tumbuh hilang berganti. Sama halnya dengan manusia hidup dan berkembang dari generasi ke generasi melalui perkawinan.
d) Daun nangka. Nangka adalah simbol cita-cita, dalam bahasa Bugis disebut ‘panasa’ yang mengandung makna mamminasa, yang memiliki arti tekad dan cita-cita.
e) Daun pacci/pacar adalah simbol kebersihan atau kesucian karena daun pacci itu digunakan sebagai pemerah kuku atau penghias kuku, belo-belo kanuku. Sebagaimana yang tercantum dalam pantun Bugis tadi yang berbunyi “DUA MI UWALA SAPPO, BELO NA KANUKUE, UNGANNA PANASAE”. Terjemahan bebasnya : hanya dua kujadikan perisaiku yaitu pacci (kesucian) dan lempu’(kejujuran). Peribahasa ini berlaku bukan hanya dalam hal pernikahan, tetapi hadir dalam setiap dimensi kehidupan masyarakat Bugis.
f) Lilin adalah simbol penerangan dan pengabdian; digunakan sewaktu gelap sebagai penerang dan sebagai simbol pengabdian terhadap keluarga, masyarakat, agama, bangsa, dan negara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar