Sebagai orang Indonesia, adat dan budaya punya peranan besar dalam keseharian kita. Karena itu wajar jika pada hari pernikahan, yang bisa dikatakan hari terbesar dalam kehidupan seseorang, kita menginkorporasikan adat dan budaya suku kita. Namun rangkaian acara pernikahan adat yang sering kali panjang dan memakan waktu lama, kadang membuat pernikahan tradisional terkesan rumit, sehingga banyak calon pengantin yang memilih mengadakan pernikahan secara modern. Padahal menjalani pernikahan tradisional dengan ritual-ritual yang turun temurun dilakukan keluarga kamu tentunya membawa kepuasan tersendiri. Buat kalian yang berencana mengadakan pernikahan adat, simak baik-baik ya, karena kali ini The Bride Dept akan menjelaskan tentang tata cara pernikahan menurut adat Bugis.
Prosesi pernikahan adat adalah suatu hal yang sakral, setiap tahapan dan ritual yang dijalani mengandung makna dan doa yang berbeda. Di dalam adat suku Bugis, upacara pernikahan terdiri dari tahapan-tahapan berikut:
1. Mappasau Botting & Cemme Passih
Setelah menyebarkan undangan pernikahan, mappasau botting, yang berarti merawat pengantin, adalah ritual awal dalam upacara pernikahan. Acara ini berlangsung selama tiga hari berturut-turut sebelum hari H. Selama tiga hari tersebut pengantin menjalani perawatan tradisional seperti mandi uap dan menggunakan bedak hitam dari campuran beras ketan, asam jawa dan jeruk nipis. Cemme Passih sendiri merupakan mandi tolak balak yang dilakukan untuk meminta perlindungan Tuhan dari bahaya. Upacara ini umumnya dilakukan pada pagi hari, sehari sebelum hari H.
2. Mappanre Temme
Karena mayoritas suku Bugis memeluk agama Islam, pada sore hari sehari sebelum hari pernikahan, diadakan acara mappanre temme atau khatam Al-Quran dan pembacaan barzanji yang dipimpin oleh seorang imam.
3. Mappacci / Tudammpenni
Malam menjelang pernikahan, calon pengantin melakukan kegiatan mappaci / tudammpenni. Proses ini bertujuan untuk membersihkan dan mensucikan kedua pengantin dari hal-hal yang tidak baik. Dimulai dengan penjemputan kedua mempelai, yang kemudian duduk di pelaminan, setelah itu di depan mereka disusun perlengkapan-perlengkapan berikut; sebuah bantal sebagai simbol penghormatan, tujuh sarung sutera sebagai simbol harga diri, selembar pucuk daun pisang sebagai simbol kehidupan yang berkesinambungan, tujuh sampai sembilan daun nangka sebagai simbol harapan, sepiring wenno (padi yang sangrai) sebagai simbol perkembangan baik, sebatang lilin yang menyala sebagai simbol penerangan, daun pacar halus sebagai simbol kebersihan dan bekkeng (tempat logam untuk daun pacci) sebagai simbol persatuan pengantin. Setelah perlengkapan-perlengkapan tersebut ditaruh, satu persatu kerabat dan tamu akan mengusapkan pacci ke telapak tangan pengantin.
4. Mappenre Botting
Mappenre botting berarti mengantar mempelai pria ke rumah mempelai wanita. Mempelai pria diantar oleh iring-iringan tanpa kehadiran orang tuanya. Iring-iringan tersebut biasanya terdiri dari indo botting (inang pengantin) dan passepi (pendamping mempelai).
5. Madduppa Botting
Setelah mappenre botting, dilakukan madduppa botting atau penyambutan kedatangan mempelai pria. Penyambutan ini biasanya dilakukan oleh dua orang penyambut (satu remaja wanita dan satu remaja pria), dua orang pakkusu-kusu (wanita yang sudah menikah), dua orang pallipa sabbe(orang tua pria dan wanita setengah baya sebagai wakil orang tua mempelai wanita) dan seorang wanita penebar wenno.
6. Mappasikarawa / Mappasiluka
Setelah akad nikah, mempelai pria dituntun menuju kamar mempelai wanita untuk melakukan sentuhan pertama. Bagi suku Bugis, sentuhan pertama mempelai pria memegang peran penting dalam keberhasilan kehidupan rumah tangga pengantin.
7. Marola / Mapparola
Pada tahapan ini, mempelai wanita melakukan kunjungan balasan ke rumah mempelai pria. Bersama dengan iring-iringannnya, pengantin wanita membawa sarung tenun sebagai hadiah pernikahan untuk keluarga suami.
8. Mallukka Botting
Dalam prosesi ini, kedua pengantin menanggalkan busana pengantin mereka. Setelah itu pengantin pria umumnya mengenakan celana panjang hitam, kemeja panjang putih dan kopiah, sementara pengantin wanita menggunakan rok atau celana panjang, kebaya dan kerudung. Kemudian pengantin pria dililitkan tubuhnya dnegan tujuh lembar kain sutera yang kemudian dilepas satu persatu.
9. Ziarah
Sehari setelah hari pernikahan berlangsun, kedua pengantin, bersama dengan keluarga pengantin wanita melakukan ziarah ke makam leluhur. Ziarah ini merupakan bentuk penghotmatan dan syukur atas penikahan yang telah berlangsung lancar.
10. Massita Beseng
Sebagai penutup rangkaian acara pernikahan, kedua keluarga pengantin bertemu di rumah pengantin wanita. Kegiatan ini bertujuan untuk membangun tali silaturahmi antara kedua keluarga
Tidak ada komentar:
Posting Komentar